Untuk menghasilkan gaya angkat (lift) pada sayap pesawat terbang, diperlukan tekanan pada permukaan atas sayap lebih rendah dari tekanan pada permukaan bawah sayap. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat lintasan yang dilewati udara pada permukaan atas lebih jauh dari permukaan bawah, atau membuat sudut relatif sayap terhadap arah aliran datangnya udara (selengkapnya baca lift dan drag pada sayap pesawat).
Seperti kita ketahui, udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah (seperti pada ban bocor, tekanan dari dalam ban yang bertekanan tinggi akan menghembuskan udara keluar). Perbedaan tekanan dari permukaan bawah sayap yang lebih tinggi dari permukaan atas pesawat juga mengakibatkan terjadinya aliran udara ini. Tempat yang memungkinkan untuk terjadinya “kebocoran” udara ini adalah di bagian ujung sayap (wing tip).
Aliran dari bawah sayap ke atas sayap pada wingtip tersebut menghasilkan aliran pusaran yang mirip dengan tornado kecil yang dikenal dengan wingtip vortices. Pusaran ini mengakibatkan udara cenderung untuk mengalir ke arah bawah pada daerah sayap, arah aliran kearah bawah inilah yang disebut dengan istilah downwash.
gaya angkat atau lift pada sayap akan meningkat bersamaan dengan bertambahnya sudut antara sayap dengan aliran udara atau angle of attack. Dengan keberadaan downwash diatas, angle of attack akan berkurang karena kecenderungan udara untuk mengalir kearah bawah. Perubahan angle of attack yang diinduksikan oleh downwash tersebut dikenal dengan induced angle of attack, kemudian gaya hambat sayap yang dihasilkan karena fenomena diatas disebut juga dengan lift induced drag atau induced drag karena memang drag yang dihasilkan tersebut diinduksikan dari terjadinya lift.
Karena induced drag ini sangat merugikan, berbagai upaya telah dilakukan oleh ahli aerodinamika untuk meminimalisir induced drag ini. Secara matematis, untuk memperoleh induced drag yang minimum, downwash haruslah konstan sepanjang bentangan sayap. Dari penemuan itu, disyaratkan pula bahwa bentuk permukaan sayap haruslah berbentuk elips. Maka, tidak jarang kita jumpai pesawat-pesawat pada era perang dunia kedua memiliki sayap berbentuk elips karena terkenalnya teori induced drag pada masa itu.
Namun, bentuk sayap elips tidak menguntungkan dari segi pembuatan maupun karakteristik stall nya. pada sayap elips, stall terjadi secara bersamaan dari pangkal hingga ujung sayap, sehingga tidak memberi peringatan kepada pilot saat terjadi stall dan aileron menjadi tidak berfungsi, yang mana hal tersebut sangat berbahaya. Oleh karena itu dikembangkanlah sayap dengan taper untuk mendekati bentuk elips ini. Kemudian, dikembangkan pula sayap dengan sudut twist untuk memperoleh distribusi downwash yang mendekati konstan sehingga induced drag dapat diminimalkan (selengkapnya baca di planform sayap). Adapun cara yang paling efektif untuk meminimalisir induced drag ini adalah dengan membuat aspect ratio sebesar mungkin, yaitu membuat span sayap sangat panjang. Oleh karena itu sering kita jumpai pesawat dengan misi jarak jauh memiliki sayap yang sangat panjang. Pada era modern ini juga telah berkembang teknologi misalkan winglet yang terinspirasi dari kerugian akibat induced drag ini (selengkapnya baca di cara kerja winglet).